Making Ice Cream Without Machine, Why Not ?


People have been making ice cream far longer than the invention of electricity so there's no reason you can't make ice cream and sorbets at home without a machine.
The advantage to using an electric or hand-cranked machine is that the final result will be smoother and creamier. Freezing anything from liquid-to-solid means you're creating hard ice crystals, so if you're making it by hand, as your ice cream or sorbet mixture freezes, you want to break up those ice crystals as much as possible so your final results are as smooth and creamy as possible.




Machines are relatively inexpensive nowadays with models costing less than $50, and yes, I've seen the ball, but if I started tossing one of those around the streets here in Paris, I'd probably get even more strange looks than I normally get. (Plus you'll need to lug some rock salt home as well.)
But not everyone has the space or the budget for a machine, so here's how you can do your own ice cream at home without a churner. I recommend starting with an ice cream recipe that is custard-based for the smoothest texture possible. You can use my Vanilla Ice Cream or another favorite, or even this Strawberry Frozen Yogurt recipe using Greek-style or drained yogurt. The richer the recipe, the creamier and smoother the results are going to be.
Ice cream made this way is best eaten soon after it's made—which shouldn't be a problem.
Making Ice Cream Without A Machine
1. Prepare your ice cream mixture, then chill it over an ice bath.
2. Put a deep baking dish, or bowl made of plastic, stainless steel or something durable in the freezer, and pour your custard mixture into it.
3. After forty-five minutes, open the door and check it.
As it starts to freeze near the edges, remove it from the freezer and stir it vigorously with a spatula or whisk. Really beat it up and break up any frozen sections. Return to freezer.
4. Continue to check the mixture every 30 minutes, stirring vigorously as it's freezing. If you have one, you can use a hand-held mixer for best results, or use a stick-blender or hand-held mixer.
But since we're going low-tech here, you can also use just a spatula or a sturdy whisk along with some modest physical effort.
5. Keep checking periodically and stirring while it freezes (by hand or with the electric mixer) until the ice cream is frozen. It will likely take 2-3 hours to be ready.
You can easily make Stracciatella ice cream with Italian-style chocolate chips:
Drizzle pure melted dark or milk chocolate (about 5 ounces, 140 g) over the almost-frozen mixture, then stir, breaking up the ribbons of chocolate as they start to freeze, to create little 'chips'.
Transfer the ice cream to a covered storage container until ready to serve.

article source :http://www.davidlebovitz.com

Definition about Biomaterials


While a definition for the term 'biomaterial' has been difficult to formulate, more widely accepted working definitions include:
"A biomaterial is any material, natural or man-made, that comprises whole or part of a living structure or biomedical device which performs, augments, or replaces a natural function".
" A biomaterial is a nonviable material used in medical device,so it's intended to interact with a biological systems".
A biomaterial is essentially a material that is used and adapted for a medical application. Biomaterials may have a benign function, such as being used for a heart valve, or may be bioactive with a more interactive functionality such as hydroxy-apatite coated hip implants.




Biomaterials are also used every day in dental applications, surgery, and drug delivery (a construct with impregnated pharmaceutical products can be placed into the body, which permits the prolonged release of a drug over an extended period of time).
The definition of a biomaterial does not just include man-made materials which are constructed of metals or ceramics. A biomaterial may also be an autograft, allograft or xenograft used as a transplant material

Biomaterials are used in:
1. Joint replacements
2. Bone plates
3. Bone cement
4. Artificial ligaments and tendons
5. Dental implants for tooth fixation
6. Blood vessel prostheses
7. Heart valves
8. Skin repair devices
9. Cochlear replacements
10. Contact lenses
11. Breast implants

Biomaterials must be compatible with the body, and there are often issues of biocompatibility which must be resolved before a product can be placed on the market and used in a clinical setting. Because of this, biomaterials are usually subjected to the same requirements of those undergone by new drug therapies. All manufacturing companies are also required to ensure traceability of all of their products so that if a defective product is discovered, others in the same batch may be traced.

articel source : www.wikipedia.com

Industri Emping Melinjo dan Kendala yang Dihadapinya


Tanaman melinjo dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-1.200 m dpl. Dengan demikian, tanaman melinjo dapat tumbuh di pegunungan berhawa lembab, bisa juga didataran rendah yang relatif kering. Namun agar dapat berproduksi secara maksimal, melinjo sebaiknya ditanam di dataran rendah yang ketinggiannya tidak lebih dari 400 m dpl dan dengan curah hujan sekitar 3.000-5.000 mm/tahun merata sepanjang tahun.

Pohon melinjo sudah dapat dipanen setelah berumur 5-6 tahun. Panen dilakukan dua kali setahun. Panen besar sekitar bulan Mei-Juli, sedangkan panen kecil sekitar bulan Oktober-Desember. Sedangkan pemungutan bunga dan daun muda dapat dilakukan kapan saja. Hasil melinjo per pohon untuk tanaman melinjo yang sudah dewasa bervariasi antara 15.000-20.000 biji. Menurut petani, tanaman melinjo umur 15 tahun hasil produksi buahnya mencapai 50 kg klatak (buah yang telah dikupas kulitnya) sekali panen, berarti produksi yang diperoleh klatak 100 kg/pohon/tahun. Berbagai bagian dari pohon melinjo dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Diantaranya, daun, biji melinjo dan kulit biji melinjo sering dimanfaatkan sebagai bahan untuk sayur. Selain itu, bijinya juga dapat diolah menjadi emping.

Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari biji melinjo yang telah tua. Proses pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana. Emping melinjo merupakan salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian yang memiliki nilai tinggi, baik karena harga jual yang relatif tinggi maupun sebagai komoditi ekspor yang dapat mendatangkan devisa. Sejauh ini, emping diekspor ke negara-negara tetangga di antaranya ke Singapura, Malaysia dan Brunei. Bahkan, pasar ekspor yang potensial menjangkau Jepang, Eropa dan Amerika.

Dalam sebuah presentsi potensi agroindustri emping melinjo di suatu kabupaten, beberapa orang peserta menampakkan kegusarannya. “Emping? Wah, asam urat itu!” Tampaknya persepsi bahwa emping identik dengan asam urat sudah demikian merasuk dan menyebar ke masrakarat luas. Seorang dokter lalu mencoba meluruskannya. “Pak, asam urat itu tidak ada hubungannya dengan emping atau jeroan dan lain-lain. Asam urat itu penyebabnya metabolisme tubuh tidak sempurna. Kalori yang seharusnya dibakar oleh oksigen menjadi tenaga dan urine; karena oksigen yang masuk kurang, proses pembakarannya tidak sempurna. Akibatnya limbah tubuh yang seharusnya berupa urine dan keringat, jadinya uric acid berupa kristal yang berujung runcing. Kalau kristal ini mengendap di ginjal, jadilah batu ginjal. Kalau mengendap di tulang rawan atau otot, jadilah nyeri tulang atau otot.” Terpaksalah acara presentasi agroindustri di kabupaten itu sedikit dibelokkan ke asam urat, sekadar meluruskan presepsi bahwa emping tidak ada urusan dengan sakit seseorang. Itulah kendala pertama pengembangan agroindustri emping melinjo. Yang pertamakali akan menentang upaya demikian, justru boss-boss para pengambil keputusan yang biasanya kurang olahraga, banyak stres, pikirannya tidak bersih hingga terkena gangguan asam urat. Kalau mereka diajak berbicara tentang emping, pasti dengan segera akan menolaknya.

Melinjo (Gnetum gnemon), adalah tanaman asli Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Habitat tumbuhan ini tersebar dari Assam (India) sampai ke Fiji (Pasifik). Tanaman ini bisa tumbuh mulai dari dataran rendah sampai tinggi (0 sd. 1.200 m. dpl.) Bentuk tanaman berupa pohon setinggi 20 m. dan berbatang lurus. Produk melinjo yang bernilai ekonomis adalah biji buah tuanya untuk emping; buah muda, bunga dan daun muda untuk sayur asam dan lodeh. Kulit buah tua pun di Jateng dan DIY memiliki nilai komersial cukupbaik untuk dikonsumsi sebagai bahan sayur. Satu pohon melinjo yang sudah berumur di atas 5 tahun dan terawat baik, mampu menghasilkan biji melinjo sebanyak 50 kg. per pohon per tahun. Dengan harga Rp 5.000,- per kg. maka dari satu pohon melinjo dpat diperoleh pendapatan Rp 250.000,- Kalau populasi tanaman dalam satu hektar 400 pohon (jarak dalam 5 X 5 m.), maka hasil dari tiap hektar kebun melinjo adalah 20 ton melinjo senilai Rp 100.000.000,- Pendapatan ini masih akan bertambah kalau kita memanen daun muda dan bunga jantannya. Sebab tanaman melinjo memang ada yang berumah satu (bunga jantan dan betina ada dalam satu pohon), ada juga yang berumah dua (bunga jantan dan betina terpisah dalam dua pohon). Jenis melinjo unggul yang selama ini banyak dikembangkan masyarakat secara komersial adalah melinjo medan yang bunga jantan serta betinanya terpisah pada pohon yang berbeda.

Kendala utama pengembangan agroindustri emping melinjo adalah kurangnya pasokan bahan baku. Dua sentra industri emping besar di Indonesia adalah Kec. Limpung di Kab. Batang, Jateng; dan Kec. Menes, Kab. Pandeglang, Banten. Irinisnya, di Kec. Limpung boleh dikatakan tidak ada tanaman melinjo. Di Menes dan Kab. Pandeglang pada umumnya, populasi tanaman melinjo masih cukup banyak. Meskipun bukan termasuk jenis melinjo unggul. Sentra-sentra emping lain yang tersebar di Jateng, DIY dan Jatim, relatif kecil jika dibandingkan dengan Limpung dan Menes. Namun kalau kita bicara populasi tanaman melinjo terbanyak, justru ada di Lampung. Sebenarnya bukan hanya lampung, melainkan seluruh pulau Sumatera. Karena pintu keluar melinjo sumatera ini adalah Provinsi Lampung, maka dikenallah melinjo sumatera ini sebagai melinjo lampung. Dari pelabuhan penyeberangan Bakauhuni ke Merak, melinjo lampung ini akan didistribusikan ke sentra-sentra emping yang tersebar di Jawa. Terutama ke Menes dan Limpung. Sebab meskipun populasi tanaman melinjo di Pandeglang bahkan Banten pada umumnya masih tinggi, namun populasi tersebut tetap tidak dapat mengimbangi permintaan industri emping. Karena suplai dari Lampung tetam sangat diandalkan oleh Menes. Hingga kadang-kadang ada hal yang tidak masuk akal. Melinjo sumatera itu sudah diangkut ke Batang di Jawa Tengah. tetapi karena ada informasi bahwa harga di Pandeglang jauh lebih tinggi, maka melinjo lampung yang sudah terlanjur masuk Jateng itu kembali dibawa ke Banten.

Sentra industri emping di Menes memang cukup besar. Ekspor ke Timur Tengah dan Eropa tersendat bukan karena kurangnya permintaan, tetapi justru karena pasokan melinjo segar yang selalu tertinggal. Para produsen dan padagang emping sendiri memang kurang begitu bergairah untuk melayani permintaan ekspor. Sebab, “main di pasar lokal pun masih sangat longgar, menguntungkan dan tidak repot.” Selain itu memang ada perbedaan jenis emping antara pasar lokal dengan ekspor. Pasar lokal lebih menghendaki emping tipis berukuran kecil (@ 2 – 3 biji melinjo). Sementara pasar ekspor menginginkan emping setengah utuh yang hanya terdiri dari satu biji melinjo dan dalam kondisi siap konsumsi. Kerepotan untuk melayani pasar ekspor memang sangat beralasan. Eksportir dari Menes yang mengirim ke Timur Tengah dan Eropa, sebenarnya masih dalam volume yang sangat kecil berupa emping tipis. Yang akan mengkonsumsi emping demikian hanyalah bangsa kita sendiri yang sedang merantau menjadi TKI atau para mahasiswa kita yang sedang belajar di Eropa sana. Karenanya persyaratan standar mutu produk lalu menjadi kurang penting. Kalau kita serius melayani permintaan emping setengah utuh tersebut, maka persyaratan standar mutu produk (Codex) dan standar Sanitary serta Pythosanitary (SPS) menjadi sangat penting. Adanya persyaratan yang ketat inilah antara lain yang juga menjadi alasan keengganan pelaku emping kita untuk melakukan ekspor.
Kendala psikologis dari para penentu keijakan (soal asam urat); kendala pasokan bahan mentah dan kendala persyaratan mutu (teknik produksi emping); adalah tiga permasalahan yang telah menghambat pertumbuhan agroindustri emping di Indonesia. Tentu ada pertanyaan, seberapa strategiskah komoditas ini bagi bangsa kita? Kita tahu bahwa masing-masing bangsa pasti memiliki komoditas unggulan yang menjadi semacam “trade mark” bagi bangsa tersebut. Misalnya saja Perancis unggul pada komoditas wine (anggur), parfum dan bumbu. Belanda dikenal melalui bunganya, dengan tulip sebagai bunga nasional mereka. Thailand dikenal oleh dunia luar karena durian monthongnya. Padahal anggur yang dibanggakan oleh Perancis sebenarnya berasal dari lembah sungai Tigris dan Euphrat. Bahan baku parfum dan bumbu Perancis kebanyakan dari Italia, India, dan Indonesia. Durian monthong yang dibanggakan Thailand sebenarnya berasal dari Kalbar. Lalu apa produk agroindustri kebanggaan Indonesia? Jambu air kita telah lolos hingga sekarang bisa dibudidayakan dengan sangat baik oleh Taiwan. Belimbing kita justru berkembang di Malaysia. Melinjo adalah komoditas yang saat ini hanya berkambang baik di Indonesia. Tidak di India dan Srilanka, tidak pula di negara Asean lainnya. Kalau kita menyia-nyiakannya, bisa saja suatu ketika justru Vietnam yang diam-diam mengembangkannya lalu tahu-tahu mereka sudah bisa memproduksi emping berkualitas tinggi untuk ekspor.

Kasus “tercurinya” komoditas unggulan ini, bukan hanya monopoli Indonesia. Timur Tengah (negara-negara Arab) selama dikenal sebagai penghasil produk-produk dari unta. Mulai dari karpet (bulu unta), daging unta dan minyak samin (dari susu unta). Selan itu Timur Tengah juga identik dengan minyak zaitun (olive oil) dan kurma. Namun mereka tidak mengembangkannya dengan serius karena tiba-tiba ada rejeki minyak dan sibuk perang. Tahu-tahu sekarang ini mereka harus mengimpor daging dan susu unta dari Australia. Karena di negeri ini unta bukan hanya sudah bisa diternak dengan sangat intensif, tetapi juga sudah menjadi liar dan hidup bebas di padang gurun. Australia juga sudah mampu mengembangkan kurma unggul yang dalam waktu 2,5 tahun bisa mulai berbuah. Zaitun pun, sudah bisa ditanam di Australia dalam skala yang untuk ukuran Eropa Selatan sudah sangat besar. Namun Australia sendiri juga kecurian makadamia. “Nut” asli Australia ini telah dikembangkan dan diproses serta dikemas dengan cukup baik oleh Afrika Selatan dan Hawaii. Dan buah kiwi, sebenarnya milik RRC. Kiwi adalah buah hutan yang tombuh liar di Cina timur laut. Namun tahu-tahu buah eksotis ini bisa menjadi “trade mark” nya New Zaeland. Meskipun Indonesia sendiri sebenarnya telah “mencuri” karet dan sawit yang sebenarnya milik negara-negara Afrika dan Amerika tropis.

Kembali ke masalah melinjo, pertama-tama yang harus dilakukan adalah memutus hambatan psikologis dari para penentu kebijakan. Kalau beliau anti emping karena menderita sakit asam urat, bukan berarti penanaman melinjo harus dilarang dan industri emping berhenti. Kedua, pengembangan areal malinjo secara besar-besaran layak untuk dilakukan oleh Pemkab dan Pemprov. Para penangkar benih di Pekalongan, Lampung Tengah, siap dengan melinjo medannya yang unggul dalam jumlah jutaan batang per tahun. Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP) di Bogor telah siap untuk mendisain mesin-mesin sederhana yang bisa memproduksi emping setengah utuh. Pasar sejak dulu sudah siap untuk menampungnya. Namun istilah “pasar yang sudah sejak dulu siap untuk menampungnya” ini jangan diartikan secara sederhana. Kenmudian pertanyaan yang muncul adalah, siapa yang memerlukan, berapa volumenya, mana teleponnya dan sebagainya. Sebab pengertian pasar dalam konteks ini adalah adanya peluang kebutuhan emping. Tetapi siapa yang akan menjadi importir di Belanda, di Timur Tengah, di Hongkong dan lain-lain, masih perlu penggarapan yang akan makan waktu, biaya dan juga tenaga. Yang disebut sebagai “pasar” di sini bukan sesuatu yang sudah ready stock hingga kita tinggal telepon, kirim barang dan uang ditransfer.

Agroindustri emping adalah bisnis yang sangat-sangat padat karya. Mulai dari panen, pengupasan kulit buah, proses pembuatan emping, pemasakan (oven) dan pengemasan, semuanya memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang sangat banyak. Memang agroindustri ini juga memerlukan modal besar. Namun nilai investasi tersebut relatif kecil jika dibanding dengan jumlahtenaga kerja yang bakal bisa diserap olehnya. Lain dengan aroindustri udang yang sangat padat modal. Dalam kondisi ekonomi Indonesia yang masih sangat susah dewasa ini, kita tidak perlu harus menunggu uluran tangan IMF atau World Bank sambil tidur-tiduran atau sibuk saling menyalahkan. Melinjo adalah komoditas yang sangat strategis bukan hanya untuk menghidupkan perekonomian rakyat, melainkan juga untuk prestise bangsa.

sumber : www.bi.go.id
http://foragri.blogsome.com

Potensi Minyak Atsiri dari Bunga Mawar (Rose)


Mawar adalah tanaman semak dari genus Rosa sekaligus nama bunga yang dihasilkan tanaman ini. Mawar liar yang terdiri lebih dari 100 spesies kebanyakan tumbuh di belahan bumi utara yang berudara sejuk. Spesies mawar umumnya merupakan tanaman semak yang berduri atau tanaman memanjat yang tingginya bisa mencapai 2 sampai 5 meter. Walaupun jarang ditemui, tinggi tanaman mawar yang merambat di tanaman lain bisa mencapai 20 meter.

Sebagian besar spesies mempunyai daun yang panjangnya antara 5-15 cm, dua-dua berlawanan (pinnate). Daun majemuk yang tiap tangkai daun terdiri dari paling sedikit 3 atau 5 hingga 9 atau 13 anak daun dan daun penumpu (stipula) berbentuk lonjong, pertulangan menyirip, tepi tepi beringgit, meruncing pada ujung daun dan berduri pada batang yang dekat ke tanah. Mawar sebetulnya bukan tanaman tropis, sebagian besar spesies merontokkan seluruh daunnya dan hanya beberapa spesies yang ada di Asia Tenggara yang selalu berdaun hijau sepanjang tahun.
Bunga terdiri dari 5 helai daun mahkota dengan perkecualian Rosa sericea yang hanya memiliki 4 helai daun mahkota. Warna bunga biasanya putih dan merah jambu atau kuning dan merah pada beberapa spesies. Ovari berada di bagian bawah daun mahkota dan daun kelopak.
Bunga menghasilkan buah agregat (berkembang dari satu bunga dengan banyak putik) yang disebut rose hips. Masing-masing putik berkembang menjadi satu buah tunggal (achene), sedangkan kumpulan buah tunggal dibungkus daging buah pada bagian luar. Spesies dengan bunga yang terbuka lebar lebih mengundang kedatangan lebah atau serangga lain yang membantu penyerbukan sehingga cenderung menghasilkan lebih banyak buah. Mawar hasil pemuliaan menghasilkan bunga yang daun mahkotanya menutup rapat sehingga menyulitkan penyerbukan. Sebagian buah mawar berwarna merah dengan beberapa perkecualian seperti Rosa pimpinellifolia yang menghasilkan buah berwarna ungu gelap hingga hitam.
Pada beberapa spesies seperti Rosa canina dan Rosa rugosa menghasilkan buah rose hips yang sangat kaya dengan vitamin C bahkan termasuk di antara sumber vitamin C alami yang paling kaya. Buah rose hips disukai burung pemakan buah yang membantu penyebaran biji mawar bersama kotoran yang dikeluarkan. Beberapa jenis burung seperti burung Finch juga memakan biji-biji mawar.
Pada umumnya mawar memiliki duri berbentuk seperti pengait yang berfungsi sebagai pegangan sewaktu memanjat tumbuhan lain. Beberapa spesies yang tumbuh liar di tanah berpasir di daerah pantai seperti Rosa rugosa dan Rosa pimpinellifolia beradaptasi dengan duri lurus seperti jarum yang mungkin berfungsi untuk mengurangi kerusakan akibat dimakan binatang, menahan pasir yang diterbangkan angin dan melindungi akar dari erosi. Walaupun sudah dilindungi duri, rusa kelihatannya tidak takut dan sering merusak tanaman mawar. Beberapa spesies mawar mempunyai duri yang tidak berkembang dan tidak tajam.
Mawar dapat dijangkiti beberapa penyakit seperti karat daun yang merupakan penyakit paling serius. Penyebabnya adalah cendawan Phragmidium mucronatum yang menyebabkan kerontokan daun. Penyakit yang tidak begitu berbahaya seperti Tepung Mildew disebabkan cendawan Sphaerotheca pannosa, sedangkan penyakit Bercak Hitam yang ditandai timbulnya bercak-bercak hitam pada daun disebabkan oleh cendawan Diplocarpon rosae. Mawar juga merupakan makanan bagi larva beberapa spesies Lepidoptera.

Perkembangan Industri Parfum dari Minyak Mawar

Parfum (minyak wangi) dibuat dari minyak mawar yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang diperoleh dari proses penyulingan dan penguapan lumatan daun-daun mahkota. Teknik penyulingan mawar berasal dari Persia yang menyebar ke Arab dan India.
Pada saat ini, kebutuhan minyak mawar dunia sebanyak 70%-80% dipenuhi oleh pusat penyulingan mawar di Bulgaria sedangkan sisanya dipenuhi oleh Iran dan Jerman. Penyulingan minyak mawar di Bulgaria, Iran, dan Jerman menggunakan mawar damaskus Rosa damascena 'Trigintipetala,' sedangkan penyulingan di Perancis menggunakan jenis Rosa centifolia. Minyak mawar berwarna kuning pucat atau kuning keabu-abuan juga disebut minyak 'Rose Absolute' untuk membedakannya dengan minyak mawar yang sudah diencerkan. Penyulingan menghasilkan minyak mawar dengan perbandingan 1/3.000 sampai 1/6.000 dari berat bunga, sehingga dibutuhkan 2.000 bunga mawar untuk menghasilkan minyak mawar sebanyak 1 gram.
Minyak mawar terdiri dari geraniol beraroma wangi yang mempunyai rumus kimia C10H18O dengan rumus bangun CH3.C[CH3]:CH.CH2.CH2.C[CH3]:CH.CH2OH dan l-sitronelol; serta rose camphor (parafin tanpa bau).

sumber : wikipedia

How to Choose Microcontroller


It used to be that the number of different microcontroller chips available to the hobbyist was pretty limited. You got to use whatever you could manage to buy from the mail-order chip dealer, and that narrowed down the choice to a small number of chips.

But times have changed. Digikey lists over 16000 different line items under a "microcontroller" search. Which one should a hobbyist with no particular prior experience choose?

Here are some hints. These are particularly aimed at someone trying to pick a microcontroller to use for the first time at least partially as a learning experience, rather than someone who wants to accomplish a particular task.

Update 2009-01-28: This Instructable was recently mentioned in some popular blogs, and is getting a bunch of new readers. Be sure to read the "comments" made by other readers and the responses to them; there's a lot of value in those comments...

step 1What IS a "Microcontroller" ?
If you ever took a very introductory computer course, you probably learned about the major components of ANY computer:A Central Processing Unit or CPU. The part that actually performs logic and mathMemory. Where the computer stores data and instructionsInput and Output or I/O. How the computer…

step 2Show Stoppers
There are a number design considerations that might immediately reduce your number of choices a great deal. Programability and Reprogramability: At this point in time, I would say that a hobbyist should only consider microcontrollers that have internal flash or eeprom program memory and can be …

step 3Thoughts about Architectures
The "architecture" of a microcontroller refers to the philosophy of the internal implementation, sort of. It includes details like how many "registers" there are, and how "general purpose" those registers are, whether code can execute out of data memory, whether the peripherals are treated like …

step 4Thoughts about Hardware Tools
Minimally, you'll need some sort of programmer to load the program into the microcontroller. These vary wildly in cost. It's pretty common for manufacturers to offer some low-cost programmer so that people can "evaluate" their microcontrollers without risking too much cash (or requiring director…

step 5Thoughts about Software Tools
All of the microcontrollers mentioned here have some level of standard tools (at least an assembler) provided by the manufacturer. Most have "Integrated Development Environments" (IDE) that allow integrated use of an editor (that you won't like) with the assmebler, some compilers, and a simulato…

step 6The $100 Paradox
If your budget extends as far as $100 for the computing hardware, it's worth noting that you have bought your way into an interesting realm of "bang for buck." "About" $100 will buy: - Relatively fancy development board for most micros; covering a wide range of processors and performances (incl…

step 7Microchip PIC Microcontrollers
The Microchip PIC microcontrollers were perhaps the first that were marketed to the hobbyist and student community, one of the first microcontrollers to be offered in a relatively small package (18 pin DIP) and one of the first to implement flash or eeprom program memory (in the PIC16C84 in 1993)…

step 8Resources for Microchip PIC
Microchip the ManufacturerPICList mailing list repository of knowlege[http://techtrain.microchip.com/masters2004/(kgmnvafutocq2355egt11231)/downloads/classlist.htm Microchip Masters Conference 2004 Downloads] Tutorials and presentations[http://techtrain.microchip.com/masters2005/(kgmnvafutocq235…

step 9Atmel AVR
As near as I can tell, Atmel came along and decided to steal some of Microchip's business by offering "similar but better" chips. Some things they did right, some things they didn't do so well. But the Atmel AVR chips have also gained a lot of popularity amoung hobbyists, and we get to cash in o…

step 10Resources for Atmel AVR
Atmel the ManufacturerAVR Freaks Despite the amateurish name, this is a REALLY good site.PIC vs. AVR smackdown A comparison between PIC and AVRAVR Butterfly The AVR "Butterfly" evaluation board is a phenomenal value at the current price of $20.Another Butterfly vendorGCC supports all but th…

step 11Intel 8051 and variants
Intel invented the 8051 architecture a long time ago, and garnered some hobbyist interest with the 8052BASIC chip, which contained a basic interpretter in masked ROM and allowed one to build a very small BASIC based computer. Since then the architecture has been licensed and/or stolen by MANY v…

step 12Resources for 8051
8052.com site Massive amounts of info.Atmel 8051s Atmel does 8051s as well as AVR and ARMNXP (Philips) 8051 89LPC controllers.RAMTron micros 8051s with FRAM non-volatile memorySilicon Labs Neat 8051s including high performance ADCs. Also the smallest 8051; 11pins in a 3x3mm QFN. Cheap US…

step 13Freescale (Motorola) 68HC908, HCS08
Motorola (well, now Freescale) has several lines of popular microcontrollers, the most accessible of which seems to be the flash-based 68HC908 and/or HCS08 or RS08 (all the same or very similar architectures, with some renaming and assorted minor differences) series. Traditionally, Motorola chip…

step 14Texas Instrument MSP430 micropower Microcontrollers
Texas Instruments garnered some interest when they introduced (bought?) their MSP430 series of extemely low-power microcontrollers. Until recently, most of the MSP430s were only available in assorted hobbyist-unfriendly SMT packages, but a couple of recent chips have been introduced in DIP pac…

step 15ARM microcontrollers
ARM is a company that designs microprocessor architetcures, and licenses them to manufacturers who build actual chips. The ARM is a 32bit true RISC architecture, and scales upwards to CPUs with floating point hardware and clocks speeds of several hundred MHz. If you have a palmtop, it probably …

step 16Other Interesting Microcontrollers
- Cypress PSOC - Renesas (Hitachi) H8, M6

step 17Modules, bootloaders, and "hidden" microcontrollers
A number of companies have made a business of selling "modules" , usually incorporating some sort of microcontroller and some of its support components with a high-level-lanaguge development environment, some sort of chip-programming capability, and communications. This gets rid of the need for …

step 18Zilog Z8 and Z80 chips
Zilog (inventor of the famous Z80 microprocessor chip) has updated versions of the Z80 in microcontroller form, and also updated versions of the even older Z8 architecture. Both have flash memory and some interesting peripherals , and inexpensive "evaluation boards" that include a C compiler. A…

step 19Win Valuable Prizes
Periodically, many of the manufacturers of microcontrollers will sponsor "Design Contests" where engineers all over will be challenged to come up with a particularly clever design using a particular microcontroller. The idea is to entice engineers into looking at THEIR chips even if they're alre…

step 20Try it Online: Virtual Labs
Tech Online is a pretty good website for technical News in general, and they've apparently implemented something they call "Virtual Labs" that will allow you to try out a vendor's development system over the internet with nothing but a browser on your end. I used this for the first time as part …

step 21Free Stuff!
In the old days, companies would mail datasheets and databooks to just about anyone who asked. The web has done away with the need for most of that, and many vendors seem to have taken the money they saved on postage and used it to make their sample program more accessible.The way "free samples"…

sumber : http://www.instructables.com/id/How-to-choose-a-MicroController/

Medan Magnet


Medan Magnet, dalam ilmu Fisika, adalah suatu medan yang dibentuk dengan menggerakan muatan listrik (arus listrik) yang menyebabkan munculnya gaya di muatan listrik yang bergerak lainnya. (Putaran mekanika kuantum dari satu partikel membentuk medan magnet dan putaran itu dipengaruhi oleh dirinya sendiri seperti arus listrik; inilah yang menyebabkan medan magnet dari ferromagnet "permanen"). Sebuah medan magnet adalah medan vektor: yaitu berhubungan dengan setiap titik dalam ruang vektor yang dapat berubah menurut waktu. Arah dari medan ini adalah seimbang dengan arah jarum kompas yang diletakkan di dalam medan tersebut.

Hasil kerja Maxwell telah banyak menyatukan listrik statis dengan magnetisme, yang menghasilkan sekumpulan dari empat persamaan mengenai kedua medan tersebut. Namun, di bawah formula Maxwell, masih ada dua medan yang berbeda yang menjelaskan fenomena berbeda. Einsteinlah yang berhasil menunjukan, dengan relativitas khusus, bahwa medan listrik dan medan magnet adalah dua aspek dari hal yang sama (tensor tingkat 2), dan seorang pengamat bisa merasakan gaya magnet di mana seorang pengamat bergerak hanya merasakan gaya elektrostatik. Dengan demikian, menggunakan spesial relativitas, gaya magnet adalah manifestasi dari gaya elektrostatik dari muatan listrik yang bergerak, dan bisa diprakirakan dari pengetahuan tentang gaya elektrostatik dan gerakan muatan tersebut (relatif terhadap seorang pengamat).

sumber : wikipedia

Magnet


Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama Manisa (sekarang berada di wilayah Turki) di mana terkandung batu magnet yang ditemukan sejak zaman dulu di wilayah tersebut.

Pada saat ini, suatu magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Materi tersebut bisa dalam berwujud magnet tetap atau magnet tidak tetap. Magnet yang sekarang ini ada hampir semuanya adalah magnet buatan.
Magnet selalu memiliki dua kutub yaitu: kutub utara (north/ N) dan kutub selatan (south/ S). Walaupun magnet itu dipotong-potong, potongan magnet kecil tersebut akan tetap memiliki dua kutub.
Magnet dapat menarik benda lain. Beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet.
Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik pada Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber. 1 weber/m^2 = 1 tesla, yang mempengaruhi satu meter persegi.
sumber : www.wikipedia.com

Vacum Evaporator


Vacuum evaporators as a class function because lowering the pressure above a bulk liquid lowers the boiling points of the component liquids in it. Generally, the component liquids of interest in applications of rotary evaporation are research solvents that one desires to remove from a sample after an extraction, for instance, following a natural product isolation or a step in an organic synthesis. Use of a "rotavap" therefore allows liquid solvents to be removed without excessive heating of what are often complex and sensitive solvent-solute combinations.
Rotary evaporation is most often and conveniently applied to separate "low boiling" solvents such a n-hexane or ethyl acetate from compounds which are solid at room temperature and pressure. However, careful application also allows removal of a solvent from a sample containing a liquid compound if there is minimal co-evaporation (azeotropic behavior), and a sufficient difference in boiling points at the chosen temperature and reduced pressure.

Solvents with higher boiling points such as water (100 °C at standard atmospheric pressure, 760 torr), dimethylformamide (DMF, 153 °C at the same), or dimethyl sulfoxide (DMSO, 189 °C at the same), can also be evaporated if the unit's vacuum system is capable of sufficiently low pressure. (For instance, both DMF and DMSO will boil below 50 °C if the vacuum is reduced from 760 torr to 5 torr.) However, more recent developments are often applied in these cases (e.g., evaporation while centrifuging or vortexing at high speeds). Rotary evaporation for high boiling hydrogen bond-forming solvents such as water is often a last recourse, as other evaporation methods or freeze-drying (lyophilization) are available. This is partly due to the fact that in such solvents, the tendency to "bump" is accentuated (see below). The modern centrifugal evaporation technologies are particularly useful when one has many samples to do in parallel, as in medium- to high-throughput synthesis now expanding in industry and academia.
Evaporation under vacuum can also, in principle, be performed using standard organic distillation glassware — i.e., without rotation of the sample. The key advantages in use of a rotary evaporator are
that the centrifugal force and the frictional force between the wall of the rotating flask and the liquid sample result in the formation of a thin film of warm solvent being spread over a large surface.
the forces created by the rotation suppress violent, unpredicted boiling ("bumping"). The combination of these characteristics and the conveniences built into modern rotary evaporators allow for quick, gentle evaporation of solvents from most samples, even in the hands of relatively inexperienced users. Solvent remaining after rotary evaporation can be removed by exposing the sample to even deeper vacuum, on a more tightly sealed vacuum system, at ambient or higher temperature (e.g., on a Schlenk line or in a vacuum oven).
A key disadvantage in rotary evaporations, besides its single sample nature, is the potential of some sample types to bump, e.g. ethanol and water, which can result in loss of a portion of the material intended to be retained. Even professionals experience periodic mishaps during evaporation, especially bumping, though experienced users become aware of the propensity of some mixtures to bump or foam, and apply precautions that help to avoid most such events. In particular, bumping can often be prevented by taking homogeneous phases into the evaporation, by carefully regulating the strength of the vacuum (or the bath temperature) to provide for an even rate of evaporation, or, in rare cases, through use of added agents such as boiling chips (to make the nucleation step of evaporation more uniform). Rotary evaporators can also be equipped with further special traps and condenser arrays that are best suited to particular difficult sample types, including those with the tendency to foam or bump.

sumber : www.wikipedia.com

Rotary Evaporator


A rotary evaporator (or rotavap)[1] is a device used in chemical laboratories for the efficient and gentle removal of solvents from samples by evaporation. When referenced in the chemistry research literature, description of the use of this technique and equipment may include the phrase "rotary evaporator", though use is often rather signaled by other language (e.g., "the sample was evaporated under reduced pressure").
A simple rotary evaporator system was invented by Lyman C. Craig.[2] It was first commercialized by the Swiss company Büchi in 1957,[3] and patented in 1964.[4] The Büchi Rotavapor continues to be the most widely used rotary evaporator, so much so that "Rotavap" has become a synonym for such instruments. Other rotary evaporator manufacturers include Heidolph, Yamato, IKA, Stuart, EYELA and INGOS. The most common form is the bench-top unit, though large scale (e.g., 20L-50L) versions are available and are used in pilot plants in commercial chemical operations.

Design of Rotary Evaporator

The main components of a modern rotary evaporator are:
a motor unit which rotates the evaporation flask or vial containing one's sample.
a vapor duct which acts both as the axis for sample rotation, and as vacuum-tight conduit for the vapor being drawn off of the sample.
a vacuum system, to substantially reduce the pressure within the evaporator system.
a heated fluid bath, generally water, to heat the sample being evaporated.
a condenser with either a coil through which coolant passes, or a "cold finger" into which coolant mixtures like dry ice and acetone are placed.
a condensate-collecting flask at the bottom of the condenser, to catch the distilling solvent after it re-condenses.
a mechanical or motorized mechanism to quickly lift the evaporation flask from the heating bath.
The vacuum system used with rotary evaporators can be as simple as a water aspirator with a trap immersed in a cold bath (for non-toxic solvents), or as complex as a regulated mechanical vacuum pump with refrigerated trap. Glassware used in the vapor stream and condenser can be simple or complex, depending upon the goals of the evaporation, and any propensities the dissolved compounds might give to the mixture (e.g., to foam or "bump", see below). Various commercial instruments are available that include the basic features, and various designs of traps are manufactured to insert between the evaporation flask and the vapor duct. In addition, modern equipment often adds features such as digital control of vacuum, digital display of temperature and rotational speed, and even vapor temperature sensing.

sumber :www.wikipedia.com

Potensi Pengembangan Minyak Nilam di Indonesia


Indonesia sejak era tahun 60-an dikenal sebagai negara penghasil minyak atsiri terbesar di dunia terutama minyak atsiri nilam dan hingga sekarang minyak atsiri nilam dari Indonesia masih sangat dikenal di pasar dunia.
Produk ini mempunyai orientasi export. Minyak atsiri nilam digunakan di industri parfum sebagai zat pengikat aroma dan perannya belum mampu digantikan oleh zat sintetis, sehingga kebutuhan minyak atsiri nilam di dunia besar sekali.

Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang cukup mendatangkan devisa negara. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam mempunyai prospek yang baik, karena dibutuhkan secara kontinyu dalam industri kosmetik, parfum, sabun dan lain-lain. Dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak atsiri lainnya (Indonesia memiliki sekitar 200 species tanaman yang menghasilkan minyak atsiri), nilam mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unsur pengikat (fikatif) yang terbaik untuk wewangian (parfum). Hal ini disebabkan karena daya lekatnya yang kuat sehingga aroma wangi tidak mudah hilang karena tercuci atau menguap, dapat larut dalam alkohol dan dapat dicampur dengan minyak esteris lainnya.
Nilam adalah tanaman yang berumur produktif selama 1-2 tahun. Panen pertama dapat dilakukan pada umur 6-8 bulan setelah tanam, dan panen selanjutnya dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Setelah 1,5 tahun tanaman nilam memerlukan peremajaan. Di Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan yaitu Pogostemon cablin Benth, Pogostemon heyneanus Benth, don Pogostemon hortensis Benth. Pogostemon cablin Benth dikenal sebagai nilam Aceh karena banyak diusahakan di daerah itu. Nilam jenis ini tidak berbunga, daun berbulu halus dengan kadar minyak 2,5-5,0%. Pogostemon heyneanus Benth dikenal dengan nama nilam Jawa, tanaman berbunga, daun tipis dan kadar minyak rendah, berkisar antara 0,5-1,5%. Pogostemon hortensis Benth mirip nilam Jawa tetapi juga tidak berbunga, dapat ditemukan di daerah Banten dan sering disebut sebagai nilam sabun.
Ada tiga jenis tanaman nilam yaitu nilam Aceh (Pogostemon cablin), nilam Jawa (Pogostemon hortensis) dan nilam tipis (Pogostemon heyneanus). Di antara ketiga jenis ini, nilam Aceh adalah yang terbaik, karena memiliki kadar atsiri tertinggi yakni 2,5%- 5%, sedang jenis lain hanya 0,5%. Disebut nilam Aceh sekaligus menunjukkan bahwa yang menjadi sentra produksi minyak nilam di Indonesia, memang Daerah Istimewa Nangroe Aceh Darussalam, di samping Sumatera Utara dan Sumatera Barat, lebih dari 80% minyak nilam di Indonesia dihasilkan dari ketiga propinsi tersebut.
Seluruh bagian tanaman ini mengandung minyak atsiri, namun kandungan minyak terbesar pada daunnya. Di pasar intemasional minyak - nilam dikenal dengan nama "Patchouli oil". Hasil tanaman nilam adalah minyak yang didapat dengan cara menyuling batang dan daunnya, belum ada senyawa sintetis yang mampu menggantikan peran minyak nilam dalam industri parfum dan kosmetika.
Dalam dunia perdagangan dikenal dua macam nilam yaitu "Folia patchouly naturalis" (sebagai insectisida) dan "depurata" (sebagai minyak atsiri). Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang bahan bakunya berasal dari berbagai jenis tanaman perkebunan. Minyak atsiri dari kelompok tanaman tahunan perkebunan antara lain berasal dari cengkeh, pala, lada, kayu manis, sementara yang berasal dari kelompok tanaman semusim perkebunan berasal dari tanaman nilam, sereh wangi, akar wangi dan jahe. Hingga kini minyak atsiri yang berasal dari tanaman nilam memiliki pangsa pasar ekspor paling besar andilnya dalam perdagangan Indonesia yaitu mencapai 60 persen.
Minyak nilam merupakan produk yang terbesar untuk minyak atsiri dan pemakaiannya di dunia menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Dapat dikatakan bahwa hingga saat ini belum ada produk apapun baik alami maupun sintetis yang dapat menggantikan minyak nilam dalam posisinya sebagai fixative.
Data ekspor BPS menunjukkan bahwa kontribusi minyak nilam (Patchouli oil) terhadap pendapatan ekspor minyak atsiri sekitar 60%, minyak akar wangi (Vetiner oil) sekitar 12,47%, minyak serai wangi (Citronella oil) sekitar 6,89%, dan minyak jahe (Ginger oil) sekitar 2,74%. Rata-rata nilai devisa yang diperoleh dari ekspor minyak atsiri selama sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat dari US$ 10 juta pada tahun 1991 menjadi sekitar US$ 50-70 dalam tahun 2001, 2002 dan 2003, dengan nilai rata-rata/kg sebesar US$ 13,13. Walaupun secara makro nilai ekspor ini kelihatannya kecil namun secara mikro mampu meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan yang pada gilirannya diharapkan dapat mengurangi gejolak sosial.
Minyak atsiri sebagai bahan baku penambah aroma, parfum dan farmasi memang banyak diminta. Menurut Data Badan Pengembangan Ekspor Nasional pada tahun 2002 rata-rata ekspor minyak atsiri untuk 5 (lima) tahun terakhir mencapai US$ 51,9 juta dengan 77 negara tujuan ekspor. Singapura dan Amerika Serikat adalah penyerap tersebar ekspor minyak atsiri Indonesia masing-masing adalah penyumbang devisa negara US$ 20 per tahun dan US$ 10 juta per tahun. Dari ekspor tersebut minyak nilam mempunyai permintaan sebesar 60 % Nilam termasuk komoditas unggulan nasional dengan luas 9.600 ha dan produksi sebesar 2.100 ton minyak. Berdasarkan data yang diberikan oleh seorang eksportir minyak nilam, kebutuhan minyak nilam dunia berkisar antara 1.100-1.200 ton/ tahun, sedangkan pasokan ini dapat dihasilkan minyak nilam melalui penyulingan daun dan tangkai daun.
Kendala-kendala dalam agribisnis nilam antara lain budidaya yang belum sempurna, bahan tanaman yang kurang sesuai, panen, penanganan bahan dan penyulingan yang kurang baik mengakibatkan produktivitasnya rendah. Faktor lain adalah kekeringan (iklim) dan fluktuasi harga. Kekeringan selain karena kemarau panjang juga disebabkan fenomena alam yaitu dikenal dengan El Nino. Nilam sangat peka terhadap kekeringan, kemarau panjang setelah pemangkasan dapat menyebabkan tanaman mati. Suhu yang dikehendaki sekitar 24-28°( dengan kelembaban relatif lebih dari 75% dan intensitas radiasi. surya 75-100%.
Balittro telah mengoleksi ± 100 aksesi nilam yang diperoleh dari hasil eksplorasi, somaklonal dan fusi protoplas antara nilam Jawa dan nilam Aceh. Dari beberapa nomor ekplorasi telah diseleksi dan diperoleh 4 klon harapan yang berkadar minyak relatif tinggi (> 2,5%) dan kadar patchouli alkohol > 30%. Klon-klon harapan tersebut adalah : Cisaroni, Lhokseumawe 2, Sidikalang dan Tapak Tuan.
Selain nilam, komoditas yang bisa diambil minyak atsirinya antara lain : daun cengkeh, bunga melati, serei dan lain-lain. Minyak atsiri dari komoditas ini digunakan untuk bahan di industri farmasi dan di manfaatkan untuk aroma terapi.
Pangsa minyak atsiri Indonesia di pasar internasional mencapai 80 %. Permasalahan utama adalah mutu minyak sebagai akibat dari prosesing yang tidak sepenuhnya memenuhi standar, antara lain penggunaan alat penyuling tradisional. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, teknologi yang tersedia adalah alat penyuling tipe Balittro dengan design baru dari stainless steel, pendingin dan pemisah minyak, hemat bahan bakar. Khusus nilam, daerah pengembangan potensial meliputi : Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu. Nilai ekspor per tahun mencapai US $ 74,26 juta.
Dari beberapa jenis minyak tersebut minyak nilam memiliki potensi strategis untuk dikembangkan, mengingat di pasar dunia membutuhkan 1.200 - 1.400 ton minyak nilam setiap tahun dan volume itu cenderung terus meningkat, sementara produksi yang tersedia baru mencapai 1.000 ton per tahun. Harga di pasar lokal berkisar Rp 250.000 per kilogram. Dalam 10 tahun terakhir ini, peningkatan volume ekspor komoditi ini cukup tajam, yakni sekitar 6 % per tahun. Indonesia memasok sekitar 90% kebutuhan minyak nilam dunia (Direktorat Neraca .Produksi BPS: 2002).
Harga minyak nilam di pasar lokal (di tingkat agen eksportir) berkisar Rp 200.000 - Rp 250.000 per kg. Importir minyak nilam terbesar saat ini adalah Amerika Serikat (lebih 200 ton per tahun), disusul lima negara Eropa, masing-masing Inggris (45-60 ton/th), Perancis, Swiss (40-50 ton/th), Jerman (35-40 ton/th) dan Belanda (30 ton/th). Beberapa eksportir minyak nilam mengaku masih kesulitan memenuhi pesanan minyak nilam yang datang dari mancanegara. PT Jasu-Lawangi, eksportir minyak atsiri terbesar di Indonesia baru bisa memasok 50 ton atau sekitar 10% dari permintaan. Permintaan cukup besar juga datang dari India, Belgia, Jepang, dan Singapura.

Peluang Pengembangan Minyak Melati (Jasmine Oil)


Minyak bunga melati mempunyai prospek yang cerah. Baik melati putih maupun melati gambir dapat menghasilkan minyak dengan wangi yang khas dan telah populer di bursa produk wewangian. Harganya pun cukup mencengangkan, sekitar US$ 5.000 per liter.

Di Indonesia terdapat dua jenis bunga melati yang sejak lama dibudidayakan oleh masyarakat. Pertama, melati putih (Jasminum sambac), banyak ditanam di daerah pantai dan dataran rendah panas dan kering, dengan bunga berwarna putih dan harum

Melati jenis ini digunakan untuk bunga tabur, bunga rampai, rangkaian bunga untuk pesta perkawinan, dan khusus untuk daerah Jawa Tengah juga digunakan dalam pembuatan teh wangi melati (Jasmine tea). Sejak tahun 1990-an, bunga melati putih segar produksi Tegal, Jawa Tengah, telah diekspor ke Singapura untuk memenuhi permintaan bunga sesaji/keperluan keagamaan. Kedua, melati gambir (Jasminum officinale), saat ini banyak ditanam di daerah Purbalingga dan Batang di Jawa Tengah untuk memenuhi kebutuhan pabrik teh. Dalam pembuatan teh wangi, dua macam bunga melati tersebut dicampur pada perbandingan tertentu dengan daun teh untuk mendapatkan wangi yang spesial.

Saat ini, daerah pertanaman melati yang cukup luas adalah di Jawa Tengah. Areal tanaman melati putih sekitar 317 ha dan melati gambir 390 ha, sedangkan di Jawa Timur dan Jawa Barat masing-masing 45 ha dan 17 ha, seperti dikemukakan Sutater dan Effendie dalam laporan survai tahun 1994.

Potensi melati untuk usaha agribisnis cukup besar, memiliki rata-rata produksi per hektar per hari sekitar 16,2 kg dengan kisaran 5-20 kg. Fluktuasi produksi bunga agak besar karena sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Di sentra produksi pada musim panen besar (musim hujan), sering kali bunga melati tidak terserap oleh pabrik teh sehingga harga bunga turun.

Di sisi lain, saat ini kebutuhan minyak bunga alami termasuk melati untuk keperluan industri kosmetik, farmasi, minyak wangi, sabun, industri jamu, dan terapi aroma masih belum dapat dipenuhi produksi dalam negeri sehingga harus diimpor. Khusus untuk keperluan terapi aroma sebagai bagian dari perawatan kebugaran, minyak melati mempunyai peran yang sangat penting. Menurut Herbal Encyclopedia, aroma melati mampu menimbulkan efek relaksasi, menghilangkan ketegangan pikiran/depresi, dan memberi kesan tenang (calm). Karena khasiat itulah, barangkali nenek moyang kita menggunakan melati sebagai bunga pengantin. Apakah tidak mungkin dua sisi potensi dan peluang ini dipertemukan?

Jika bunga diproses menjadi minyak melati, untuk menghasilkannya diperlukan bahan baku dan teknologi yang tepat. Dari sisi bahan baku yaitu bunga melati, seperti bunga-bunga penghasil minyak wangi alami lainnya, hasil minyak bunga melati tergolong rendah. Di India, ekstraksi melati gambir menghasilkan concrete 0,28%, yang jika diproses lanjut akan memperoleh absolut atau minyak kurang lebih 50 persennya. Namun, hasil ini masih lebih tinggi dibanding ekstraksi bunga sedap malam yang hanya menghasilkan minyak 0,068-0,105%.

Teknologi

Teknologi untuk menghasilkan minyak bunga melati telah diteliti oleh Balai Penelitian Tanaman Hias yang kemudian dilanjutkan oleh Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. Dua teknik produksi minyak bunga melati telah dicoba, yaitu ekstraksi menggunakan pelarut menguap dan enfleurasi atau enfleurage. Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kelemahan.

Enfleurasi merupakan suatu teknik menghasilkan minyak bunga dengan cara menangkap minyak bunga yang menguap dari kuntum bunga yang merekah menggunakan campuran lemak. Selanjutnya, minyak bunga dipisahkan dari campuran lemak dengan melarutkannya dalam alkohol dilanjutkan dengan penguapan alkohol hingga diperoleh minyak bunga alami. Keunggulan cara ini adalah mampu menghasilkan minyak bunga dengan jumlah dan mutu yang tinggi, karena selama proses tidak banyak bersentuhan dengan panas sehingga kehilangan dan kerusakan zat wangi sangat rendah. Kelemahannya, teknik ini menyisakan limbah lemak yang perlu dicarikan cara pemanfaatannya, dan perlu tenaga terampil untuk pekerjaan defleurasi atau mengangkat kuntum-kuntum bunga layu dari lapisan campuran lemak setelah proses penyerapan/penangkapan minyak.

Cara lainnya yaitu ekstraksi dengan menggunakan pelarut menguap, yang mempunyai keuntungan mudah dikembangkan untuk industri dan pelarut dapat diperoleh kembali dari rangkaian proses. Kelemahannya, selama proses ekstraksi harus mampu mengendalikan suhu agar tidak lebih dari 55oC, kalau bisa sekitar 45oC, karena suhu yang lebih tinggi akan merusak komponen zat wangi. Namun, secara teknis kelemahan ini mudah diatasi, yaitu pada saat penguapan pelarut diberikan kondisi vakum tertentu untuk menurunkan suhu. Karena mudah rusak oleh temperatur tinggi itu pula minyak bunga melati kurang baik mutunya jika dihasilkan melalui penyulingan dengan air/uap panas.

Proses Menghasilkan Minyak Bunga Melalui Ekstraksi dengan Pelarut Menguap

Untuk mendapatkan minyak bunga melati diperlukan rangkaian proses, seperti perendaman sambil diaduk untuk memberi kesempatan kontak antara pelarut dan bahan, penguapan, dan destilasi. Untuk mendukung proses tersebut diperlukan beberapa peralatan yaitu leaching apparatus, evaporator, destiller, dan evaporator vakum berputar.

Leaching apparatus berupa tangki tertutup sebagai wadah perendaman bunga, yang dilengkapi pengaduk, lubang pemasukan bahan dan lubang pengeluaran cairan/ampas. Bunga melati dimasukkan ke dalam tangki, ditambahkan heksan, kemudian ditutup dan pengaduk dijalankan pada kecepatan 20 putaran per menit. Daya muat alat ini sekitar 3 kg bunga yang memerlukan 6,4 liter heksan. Setelah 20 menit, cairan yang sudah mengandung wangi melati dikeluarkan, ampas dipisahkan, kemudian cairan dimasukkan ke dalam evaporator.

Tahapan berikutnya yaitu penguapan heksan pada suhu di bawah 55oC, dilanjutkan dengan pengembunan untuk mendapatkan kembali heksan cair sekitar 75%. Sisa cairan heksan 25% diuapkan lebih lanjut dengan menggunakan evaporator vakum berputar sampai diperoleh pasta pekat, berwarna coklat kemerahan, agak lengket karena masih mengandung lilin, dengan bau wangi melati yang kuat. Pasta ini disebut concrete. Meskipun masih merupakan produk antara, concrete sudah dapat diperdagangkan dan mempunyai keuntungan zat wanginya tidak mudah menguap karena masih terikat dengan komponen lilin. Untuk menjadi minyak melati yang dapat digunakan sebagai bahan minyak wangi atau kosmetik, dilakukan proses lanjutannya.

Proses berikutnya yaitu memisahkan komponen minyak melati dari lilin, pigmen, dan protein yang terkandung dalam concrete sehingga diperoleh minyak yang harum seperti bunga aslinya atau dikenal dengan absolut melati. Cara pengambilan minyak melati dari concrete adalah dengan melarutkannya ke dalam alkohol, kemudian dilakukan pemisahan melalui pendinginan dan penyaringan. Proses ini dikerjakan berulang kali hingga diperoleh cairan jernih tanpa lilin. Tahap akhir adalah penguapan alkohol menggunakan evaporator vakum berputar untuk memperoleh absolut. Absolut berwarna kuning kecoklatan, jernih dengan bau melati sangat kuat.

Prospek Pengembangan

Menilik potensi dan peluangnya, pengolahan bunga melati menjadi minyak merupakan peluang pengembangan produk baru hasil industri berbasis bunga, sekaligus sebagai diversifikasi manfaat melati. Pengembangan produk ini akan membuka lapangan kerja tambahan bagi pelaku pascapanen melati yang saat ini hanya sebatas melakukan panen dan mengangkutnya ke pabrik teh. Pada gilirannya, bila ada investor, usaha ini akan menambah pendapatan daerah setempat. Untuk mencapainya, kajian teknologi dan kelayakan finansialnya perlu dilakukan pada skala yang lebih besar dengan melibatkan petani, mitra swasta, dan pemerintah daerah/Dinas di wilayah penghasil melati terutama Jawa Tengah. Namun, karena proses pengolahan melati belum dikenal masyarakat, diperlukan beberapa tahapan kajian yang ditangani oleh tim lintas disiplin dan institusi.

Selain untuk melati, teknologi yang sama dapat diterapkan pada jenis bunga harum lainnya, seperti sedap malam dan mawar, sehingga tidak tergantung pada satu jenis bahan baku (Sulusi Prabawati, Suyanti dan Astu Unadi)
sumber : http://www.scribd.com/doc/887208/Prospek-Pengembangan-Melati

Pneumatc Actuator


A pneumatic actuator converts energy (in the form of compressed air, typically) into motion. The motion can be rotary or linear, depending on the type of actuator. Some types of pneumatic actuators include:
a. Tie rod cylinders
b. Rotary actuators
c. Grippers
d. Rodless actuators with magnetic linkage or rotary cylinders
e. Rodless actuators with mechanical linkage
f. Pneumatic artificial muscles

g. Speciality actuators that combine rotary and linear motion—frequently used for clamping operations
h. Vacuum generators
A Pneumatic actuator mainly consists of a piston, a cylinder, and valves or ports. The piston is covered by a diaphragm, or seal, which keeps the air in the upper portion of the cylinder, allowing air pressure to force the diaphragm downward, moving the piston underneath, which in turn moves the valve stem, which is linked to the internal parts of the actuator. Pneumatic actuators may only have one spot for a signal input, top or bottom, depending on action required. Valves require little pressure to operate and usually double or triple the input force. The larger the size of the piston, the larger the output pressure can be. Having a larger piston can also be good if air supply is low, allowing the same forces with less input. These pressures are large enough to crush object in the pipe. On 100 kPa input, you could lift a small car (upwards 1,000 lbs) easily, and this is only a basic, small pneumatic valve. However, the resulting forces required of the stem would be too great and cause the valve stem to fail.
This pressure is transferred to the valve stem, which is hooked up to either the valve plug (see plug valve), butterfly valve etc. Larger forces are required in high pressure or high flow pipelines to allow the valve to overcome these forces, and allow it to move the valves moving parts to control the material flowing inside.
Valves input pressure is the "control signal." This can come from a variety of measuring devices, and each different pressure is a different set point for a valve. A typical standard signal is 20–100 kPa. For example, a valve could be controlling the pressure in a vessel which has a constant out-flow, and a varied in-flow (varied by the actuator and valve). A pressure transmitter will monitor the pressure in the vessel and transmit a signal from 20–100 kPa. 20 kPa means there is no pressure, 100 kPa means there is full range pressure (can be varied by the transmiters calibration points). As the pressure rises in the vessel, the output of the transmitter rises, this increase in pressure is sent to the valve, which causes the valve to stroke downard, and start closing the valve, decreasing flow into the vessel, reducing the pressure in the vessel as excess pressure is evacuated through the out flow. This is called a direct acting process.
sumber : www.wikipedia.com


Choise A good Water Pump


A pump is a device used to move fluids, such as liquids or slurries, or gases. A pump displaces a volume by physical or mechanical action. One common misconception about pumps is the thought that they create pressure. Pumps alone do not create pressure; they only displace fluid, causing a flow. Adding resistance to flow causes pressure. Pumps fall into five major groups: direct lift, displacement, velocity, buoyancy and gravity pumps.[1] Their names describe the method for moving a fluid.

We need Water pumps besause Water pumps are a useful tool for a variety of residential, light commercial and
agricultural tasks. A water pump is ideal for:
1. Draining water from a basement.
2. Draining and filling your swimming pool, pond, or hot tub.
3. Draining shallow flooded areas.
4. Irrigation purposes for agricultural or lawn sprinkling.
5. Distributing fertilizers and pesticides.
6. Various other tasks including construction purposes.

Then, How Do we choose the right Water Pump for my NeeDs?

When shopping for a water pump there are various items to consider. All
water pumps are measured in discharge capacity (GPM), vertical suction lift,
and maximum head lift.

GPM Discharge Capacity is the rate of speed that water flows from the source
to the discharge point, measured in gallons per minute. It provides the power
to move water quickly.

Vertical Suction Lift is the vertical distance from the water source to the
pump. This is important for draining a basement or deep pond.
Maximum Head Lift is the total height from the source of the water to the
destination or drainage point. This provides the power to move water over
a distance
8 BRIGGSandSTRATTON.COM
) 414.259.5333
WATER PUMP
Why Do you NeeD a Water PumP?
Water pumps are a useful tool for a variety of residential, light commercial and
agricultural tasks. A water pump is ideal for:
Draining water from a basement.
Draining and filling your swimming pool, pond, or hot tub.
Draining shallow flooded areas.
Irrigation purposes for agricultural or lawn sprinkling.
Distributing fertilizers and pesticides.
Various other tasks including construction purposes.
hoW Do I choose the rIght Water PumP for
my NeeDs?
When shopping for a water pump there are various items to consider. All
water pumps are measured in discharge capacity (GPM), vertical suction lift,
and maximum head lift.
GPM Discharge Capacity is the rate of speed that water flows from the source
to the discharge point, measured in gallons per minute. It provides the power
to move water quickly.
Vertical Suction Lift is the vertical distance from the water source to the
pump. This is important for draining a basement or deep pond.
Maximum Head Lift is the total height from the source of the water to the
destination or drainage point. This provides the power to move water over
a distance

Types of PumPs are avaIlable

Transfer/Clear Water Pumps
Transfer pumps are ideal for draining your hot tub or garden pond. In
addition, they can be used to drain shallow flooded areas and for lawn
sprinkling. These types of pumps are made for clear water pumping and
should be free of debris; although they can handle small solids up to .25 inch.

Semi-Solid Pumps
Semi-solid pumps tend to have similar characteristics to transfer pumps
except that they are able to handle small solids of .25 to .75 inch. Semi-solid
pumps are best suited for draining your pool or removing water from your
basement.

Trash Pumps
Trash pumps are able to pass solids from .75 to 2 inches and are used for
commercial and agricultural use. Typically these pumps are used for
irrigation, to drain small flooded areas or utilized on a construction site.

High-Pressure Pumps
High-pressure pumps are designed to provide higher pressure at lower
volumes. This is ideal for agricultural and hobby farm markets due to this type
of pump’s ability to move water over long distances

Microcontroller


A microcontroller (also microcontroller unit, MCU or µC) is a small computer on a single integrated circuit consisting of a relatively simple CPU combined with support functions such as a crystal oscillator, timers, watchdog timer, serial and analog I/O etc. Program memory in the form of NOR flash or OTP ROM is also often included on chip, as well as a typically small amount of RAM. Microcontrollers are designed for small or dedicated applications. Thus, in contrast to the microprocessors used in personal computers and other high-performance or general purpose applications, simplicity is emphasized.

Some microcontrollers may operate at clock rate frequencies as low as 4 kHz, as this is adequate for many typical applications, enabling low power consumption (milliwatts or microwatts). They will generally have the ability to retain functionality while waiting for an event such as a button press or other interrupt; power consumption while sleeping (CPU clock and most peripherals off) may be just nanowatts, making many of them well suited for long lasting battery applications. Other microcontrollers may serve performance-critical roles, where they may need to act more like a digital signal processor (DSP), with higher clock speeds and power consumption.

Microcontrollers are used in automatically controlled products and devices, such as automobile engine control systems, remote controls, office machines, appliances, power tools, and toys. By reducing the size and cost compared to a design that uses a separate microprocessor, memory, and input/output devices, microcontrollers make it economical to digitally control even more devices and processes. Mixed signal microcontrollers are common, integrating analog components needed to control non-digital electronic systems.
articel source : wikipedia.com

Making Biogas From Human Waste ? Why not


Biogas is generated when bacteria degrade biological material in the absence of oxygen, in a process known as anaerobic digestion. Since biogas is a mixture of methane (also known as marsh gas or natural gas, CH4) and carbon dioxide it is a renewable fuel produced from waste treatment. Anaerobic digestion is basically a simple process carried out in a number of steps that can use almost any organic material as a substrate - it occurs in digestive systems, marshes, rubbish dumps, septic tanks and the Arctic Tundra.

Humans tend to make the process as complicated as possible by trying to improve on nature in complex machines but a simple approach is still possible, as I hope you see in some of the links below. As methane is very hard to compress I see its best use as for stationary fuel, rather than mobile fuel. It takes a lot of energy to compress the gas (this energy is usually just wasted), plus you have the hazard of high pressure. A variable volume storage (flexible bag or floating drum are the two main variants) is much easier and cheaper to arrange than high pressure cylinders, regulators and compressors.
Human Waste as a Resource
Treating human waste through Anaerobic Digestion is an incredibly ethical sanitation technology. Anaerobic Digestion occurs in biodigesters and produces a fuel (biogas), removes Biochemical Oxygen Demand (BOD) from sewage, conserves nutrients (especially nitrogen compounds) and most importantly reduces pathogens. Human waste damages the environment because it is loaded with BOD, nutrients, and anthropozoonotic diseases. This can cause a host of environmental problems that can lead to ecosystem collapse such as rendering a water body uninhabitable for many organisms. Untreated sewage causes algal blooms, red tide, and so called dead zones. Humans also suffer from untreated sewage (also called black water). Waterborne disease transmitted through human excrement is a leading cause of death worldwide, especially in the so-called developing world. Some diseases caused by untreated human sewage are Cholera, Typhoid fever, Paratyphoid fever, Salmonella, Dysentery, Gastroenteritis, Leptospirosis, Meningitis, Hepatitis, and various parasitic diseases.
The amount of biogas that can be yielded from human waste is limited in comparison with livestock manure and other feedstocks. Are stomachs are just too efficient! David House states in his excellent book that 1000 lbs of humans produces about 0.6 cubic meters of biogas (enough cooking fuel for about 1 to 2 persons). But that amount quickly adds up, please reference the internet for example projects especially in Rwanda, India and Thailand.
Untreated sewage, along with causing a prevalence of disease, developing countries are also disposing of valuable nutrients in places where fertilizers aren’t available. Biodigesters turn waste into a biofertilizer. There is also a major flaw in the sewage treatment systems of developed countries where enormous amounts of energy are used to aerate and treat sewage; Anaerobic Digestion treats sewage and also produces energy rather than consumes it. This article discusses considerations for human waste treatment and various options are outlined.
Important! Considerations
A handful of considerations need to be made for treating human waste. There are IMPORTANT disease related issues and some common physical considerations. The number 1 issue is handling human waste. Operators that handle human waste without any precautions will inevitably get sick. The waste handling process must consider the handlers. Ideally a waste treatment system will eliminate any direct handling by humans.
Typical biodigester effluent is NOT sterile. Anaerobic digestion creates a competitive environment where pathogens are out competed by non-infectious microorganisms and therefore are edged out in terms of populations. This means that pathogens are REDUCED, but not entirely eliminated. However, studies in thermophilic biodigesters (45-55 degrees C) have shown a much greater reduction of pathogens than in ambient temperature and lower temperature biodigesters (see biodigesters capable of controlling pathogens section). A waste treatment system needs to address the issue of disease during the process via pre or post treatment or the effluent needs to be disposed of accordingly.
One common consideration in designing biodigesters to fit into an already existing system is that usually human excrement is heavily diluted to facilitate movement. Toilet flushes consume large volumes of water (range from 1.3 to 2.5 gallons but about 2 gallons in the US) and designing a biodigester with for example a 30-day hydraulic retention time (HRT) for treating flushed waste requires a very large volume biodigester at a 2 gallon per flush dilution. There are biodigester designs, however, that can handle an HRT, or the amount of time a biodigester retains a waste, of only a few hours. These designs are sludge retaining reactors such as an Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) and even better performing Fixed Film Reactors. One last important factor to consider is ammonia toxicity as human waste has been reported to have a low C: N ratio. This problem can be solved via dilution and co-digestion of a carbon rich feedstock such as molasses. Animal waste is inherently safer to treat then human waste because they tend to carry less human pathogens, though consideration for some manure born pathogens ought to be made as well.
Treatment Methods: Heat Pre-treatment
During this process human excrement would be pasteurized to 70 degrees C before entering the biodigester. This would be done best before dilution to reduce energy costs and can be done using waste steam, passive solar heating, or direct combustion of biogas or any other fuel source. The process would make more of the human excrement available for Anaerobic Digestion and would in fact likely increase the amount of biogas produced. Heat pre-treatment can also lower the HRT. Sterilization upfront will deal with any pathogen related effluent issues down the line and produce a biofertilizer for comestible (fit for human consumption) crops.
Treatment Methods: Treatment through Retention
Very long retention times for sewage have the ability to virtually destroy pathogens. The amount of time human excrement should be retained varies. In a very warm climate you may want to retain the waste for 60-90 days, however in cold climates (20 degrees C and below) 150 or more days of retention are recommended. Retention time can be controlled via the biodigester HRT or by holding the effluent for an additional period of time. The option that is the most economic should be considered as well as safety factors such as the access to holding tank and any other issue that involves potential exposure to humans and animals. Safety Warning: Retention methods to destroy pathogens should be confirmed by lab results before adoption.
Treatment Methods: Post Treatment and Sterilization
Biodigester effluent may also be treated in a secondary treatment phase such as Ultrafiltration, Ultraviolet Light (UV), a Treatment Wetland, Composting, or Aerobic Treatment. Ultra filtration consists of running the effluent through a membrane that only allows solubles to pass through. At the moment this technology is more likely to be used in the developed world but appropriate solutions using materials such as mangroves and other plants might be used. Ultrafiltration is practical for concentrated wastewaters that have had most solids settled out. UV treatment is a common water treatment technology however may only be practical for dilute effluents where turbidity is not an issue. A treatment wetland provides additional treatment as well as habitat for wildlife. Essentially a movement gradient is created and planted with wetland plants that facilitate nutrient and pathogen removal. This is the way wastewaters, such as storm runoff, are naturally treated in the environment. A composting process maybe allowed used to treat the effluent however it must first be dried to facilitate aeration, which is land and energy intensive. Care must be made to ensure that no one breathes in the dust from the fresh effluent during this process. The effluent may also go through an aerobic treatment process to polish the effluent however this is expensive, intensive, and removes nutrients from a productive system. Other waste treatment options may include sand filters and clarifiers.
Treatment Methods: Biodigesters Capable of Controlling Pathogens
As previously alluded to, some biodigester processes are able to control virtually all the pathogens found in sewage. These are thermophilic biodigesters, phase biodigesters, and staged biodigesters. In a thermophilic biodigester the environment within the biodigester is so hot that many pathogens are unable to survive. The environment is also far more competitive than in a regular biodigester. Pathogens are usually acclimated and most happy around body temperature. Fortunately many of the organisms capable of carrying out Anaerobic Digestion are thermophiles, or heat loving organisms. However caution must be made with the previously mentioned ammonia toxicity, as thermophilic biodigesters are far more sensitive to this issue than ambient and lower temperature biodigesters. A phase biodigester separates the respective phases that material must undergo during the anaerobic digestion process. Organic material undergoes hydrolysis, acidogenesis, acetogenesis, and methanogenesis. Essentially a container can facilitate the conversion of organics to solubles (hydrolysis), the production of acids (acidogenesis and acetogenesis) or methane production (methanogenesis). In phase Anaerobic Digestion two or more containers are used to separate the phases. This can be done physically (removing organics as they are hydrolysed), chemically (inhibiting methane production or buffering acids to a pH where methanogenesis can occur) or biologically (acidifying the first reactor(s)). If a reactor is allowed to acidify to inhibit methane production the low pH will also create an extreme environment where some pathogens are unable to live. After an acidic environment they will be introduced to a methane-producing environment that additionally removes pathogens through microbial competition. A two-phase biodigester capable of eliminating pathogens might have an acidifying first tank, which is then fed into a thermophilic, methane producing second tank. Staged biodigesters can work in the same way by changing the competition mechanisms in various stages (reactors) though still not quite separating the phases.
Applying Effluent
Completely eliminating pathogens is not necessary when adequate care is given to applying the effluent. Biodigester effluent that still contains pathogens can be applied into subterranean leachfields (with a clarifier), used for non-edible crops and in some cases forage crops, and applied directly to land. However all these things require safety considerations. The amount of human exposure needs to be taken into consideration. Groundwater and water body contamination are all potential threats to releasing effluent not completely void of pathogens into the environment. Direct land application needs to take direct exposure into account such as use of land by children and adults. Non-edible crops are another option and also allow for nutrient capture. Crops could include energy crops, biomass production, and many others. Exposure to humans however is again a risk that must be accounted for. The simplest and safest way to dispose of effluent is to simply inject it in an already existing sewer system.
Conclusion
Biodigesters offer a variety of benefits to the person interested in ethical treatment of human waste. The most important consideration, which has not necessarily always been effectively managed, is the danger pathogens in human waste pose to health. These systems are scalable from the household, community level to the larger industrial scale applications. Successful applications can be found worldwide and as well as in history. Best of all, Anaerobic Digestion offers to turn waste into a resource.
Further Reading
Bitton G. Wastewater Microbiology. 3rd Ed.Wiley-Liss 2005
van Haandel, A.C., Lettinga, G. Anaerobic Sewage Treatment: A Practical Guide for Regions with a Hot Climate J Whiley 1994
House, D. The Complete Biogas Handbook 3rd Ed 2007 www.completebiogas.com
Speece, R. E. Anaerobic Biotechnology for Industrial Wastewaters Archae Press 1996

article source : www.appropedia.org

How to be A good Welder


Whether you work on your classic truck for a hobby or you're a hardcore collector aiming for a perfect restoration, welding can be a challenging skill to master and requires different equipment for heavier work. Once you've honed this talent, though, the world of custom fabrication and design is limited only by your own creativity.

Welding is mastered through practice and technique. Trial and error is the way we all learn, but you have to understand the basics first. At CCT, we decided it was time to take up the MIG gun and show you a few tips to steer you in the right direction, beginning with MIG welding. In upcoming issues, we'll also cover TIG and plasma cutting, and we'll even tell you what you'll need to stay safe as the sparks fly.

MIG Welding: A Brief Introduction
Metal inert gas (MIG) welding is a fairly easy process to learn. The welding machine creates an arc between the work piece (what you want to weld) and a continuously consumable electrode (the wire in the MIG gun). The operator need only focus on directing the MIG gun at the joint and proper motion, which is what we'll be looking at more in depth. Mild steel, stainless, and even aluminum can all be welded using the MIG process.

Selecting The Right EquipmentMIG welding is easier with the right machine. Your requirements are based on the level of your welding needs and what you want to do to your truck. To begin our look at MIG welding, we'll discuss two extremes: the latest entry-level welder for welding in your home shop, and one for the more experienced welder who may want to weld thicker metal and aluminum.

Setting your weld parameters can be tricky when you are starting out. The folks over at Miller recently introduced the Millermatic 140 with Auto-Set to take the guesswork out of setup and operation. Auto-Set technology allows the operator to simply set the wire diameter and the material thickness and the machine is ready to weld. It automatically sets wire feed speed and voltage for optimal welding results with relatively no spatter for welding 24-gauge up to 3/16-inch mild steel. Right out of the box, this 30-140-amp, 115V machine is designed to grow with the operator. When desired, the Auto-Set feature can be turned off and the operator can select voltage and wire feed speed in manual mode. List price for this welder is $789.

For those looking for the flexibility to MIG thicker materials (22-gauge to 1/2-inch) or aluminum, the Millermatic 251 connects to 208V/230V or 230V/460V/575V power and offers an optional direct-connect spool gun. The 251 doesn't have the 140's Auto-Set feature, but it has a higher amperage range (30-300), plus the ability to weld aluminum is really cool. The base list price for the Millermatic 251 is $2,342. The optional spool gun is an additional cost.

The recipe for making a sound MIG weld is the same whether you are just starting out or you have years of fabrication experience: technique. Both machines will give you a great weld provided you use the right technique. MIG welding on steel is different than welding aluminum with a spool gun, not to mention the various angles you'll be welding.

Depending on what stage your truck is in, you'll most likely find yourself welding in a horizontal, vertical, or overhead position versus the more desirable flat position. The angle you hold the gun at will change with the type of joint being welded (e.g., butt joint, T-joint, lap joint, or plug weld). Gun angles help shape the weld bead and determine the degree of penetration into the work piece. We'll discuss what angles you should use for various positions.
resources : www.customclassictrucks.com

Manufacturing


Manufacturing is the use of machines, tools and labor to make things for use or sale. The term may refer to a range of human activity, from handicraft to high tech, but is most commonly applied to industrial production, in which raw materials are transformed into finished goods on a large scale. Such finished goods may be used for manufacturing other, more complex products, such as household appliances or automobiles, or sold to wholesalers, who in turn sell them to retailers, who then sell them to end users - the "consumers".

Manufacturing takes turns under all types of economic systems. In a free market economy, manufacturing is usually directed toward the mass production of products for sale to consumers at a profit. In a collectivist economy, manufacturing is more frequently directed by the state to supply a centrally planned economy. In free market economies, manufacturing occurs under some degree of government regulation.
Modern manufacturing includes all intermediate processes required for the production and integration of a product's components. Some industries, such as semiconductor and steel manufacturers use the term fabrication instead.
The manufacturing sector is closely connected with engineering and industrial design. Examples of major manufacturers in the United States include General Motors Corporation, Ford Motor Company, Chrysler, Boeing, Gates Corporation and Pfizer. Examples in Europe include Airbus, Daimler, BMW, Fiat, and Michelin Tyre.
sumber : wikipedia

Essential Oil Corner (Minyak Cengkeh)


Minyak cengkeh adalah salah satu jenis dari minyak atsiri yang terdapat di Indonesia, terutama di propinsi Jawa Tengah seperti kabupaten Tegal, Banyumas, Salatiga, Solo dan sekitarnya.
Ada 3 tipe cengkeh yang dibudidayakan di Indonesia yaitu siputih, sikotok dan zanzibar, yang dibedakan dari ciri-ciri pada pucuk, cabang muda, daun, ranting, bunga, percabangan atau bentuk mahkota pohon. Pada umumnya minyak cengkeh diambil dari daun-daun cengkeh yang memang tidak dimanfaatkan oleh perusahaan rokok.

Dalam perdagangan clove leaf oil (CLO)/minyak daun cengkeh, warna tidak jadi pertimbangan. hal yang dipertimbangkan dari CLO adalah kandungan eugenol skitar 78-80%, yang dapat diukur dengan bantuan densitimeter. pasar CLO sebagian besar (80%) diserap di dalam negeri dan pemain utamanya adalah PT. indesso aroma. Kebutuhan mereka sekitar 20 ton CLO/hari.
Rendemen CLO dari daun sangat tergantung dari musim, musim hujan daun cenderung basah sehingga rendemen turun. Selain itu pada musim hujan bahan berupa daun kering susah diperoleh. harga CLO sekarang sekitar Rp. 30.000-32.000/kg.

CLO kemudian difraksinasi dengan produk utamanya adalah eugenol USP, sedangkan produk sampingnya berupa Caryophilene. Caryophilene saat ini belum ada pasarnya. Caryophilene bersifat stabil dan sifat fisiknya mirip dengan kerosin, oleh karena itu mereka menggunakannya sebagai biokerosin untuk bahan bakar boiler. Produk turunan eugenol adalah methyl eugenol, iso-eugenol. dari iso-eugenol dapat dibuat vanillin buatan

Warna hitam pd CLO akibat dari ketel suling yg terbuat dari besi biasa (carbon steel). Jika ketelnya terbuat dar stainless, maka minyaknya menjadi jernih. Saya sudah buktikan sendiri di peralatan pilot plant yg saya miliki yg kebetulan terbuat dari stainless steel. Warna hitam terbuat berasal dari adanya ion logam (terutama Fe) yg terkontaminasi di dalam minyak.Kehadiran Fe 10 ppm sudah sanggup menghitamkan minyak cengkeh. Warna hitam akiba kontaminasi fe dapat dihilangkan menggunakan teknik pen-chelat-an atau pembentukan senyawa kompleks logam menggunakan conmplexing agent/chelating agent.

Sebenarnya ada banyak cara yg intinya adalah bagaimana menarik (atau istilah kerennya meng-absorp) ion Fe tersebut dalam minyak, diantaranya :
- menambahkan bubuhan zat yg berfungsi chelating agent seperti asam sitrat, asam oksalat, EDTA, NTA, asam tartarat, dll) dengan konsentrasi tertentu.
- menambahkan adsorben2 komersial untuk mengikat Fe seperti karbon aktif, zeolit, atau bentonit aktif.

minyak cengkeh jernih dapat dihasilkan dengan menambahkan bentonit aktif dari 5 - 15% ke dalam minyak cengkeh hitam, lalu dipanaskan sampai suhu sekitar 80-90 C dan diaduk selama 30 menit. Hasilnya kemudian disaring. Secara visual hasilnya seperti gambar di atas, kadar eugenol naik 2 - 3%. Tetapi minyak yang hilang sekitar 5 - 10% karena penguapan selama pemanasan dan penyaringan tidak sempurna sehingga sebagian minyak masih ada dalam bentonit

Followers